Saturday 7 November 2015

VISI DAN MISI

VISI 2010-2015: "Sulawesi Utara Yang Berbudaya, Berdaya Saing Dan Sejahtera".

    Untuk mewujudkan visi masyarakat Sulawesi Utara masa depan dalam menghadapi era globalisasi dan tuntutan demokrasi telah ditetapkan MISI sebagai berikut :

  1. Mengembangkan suasana kondusif dalam mempraktekkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam kehidupan sehari-hari.
  2. Menerapkan clean government dan good government yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme.
  3. Mewujudkan kondisi aman, damai, nyaman, tertib dan disiplin.
  4. Menegakkan prinsip-prinsip demokrasi, supremasi dan kepastian hokum, dan hak azazi manusia.
  5. Memberdayakan dan meningkatkan peran perempuan dan perlindungan anak.
  6. Mewujudkan masyarakat yang cerdas dan berdaya saing tinggi.
  7. Mewujudkan masyarakat yang sehat dengan harapan hidup yang panjang.
  8. Mengelola secara optimal sumberdaya alam Sulut secara berkelanjutan dan pelestarian lingkungan hidup.
  9. Memberdayakan ekonomi lokal dan regional berbasis kerakyatan.
  10. Meningkatkan peran pelaku bisnis dalam kegiaan ekonomi lokal, regional, dan global.
  11. Meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dan menjamin kebebasan pers yang bertanggungjawab.
  12. Meningkatkan pembangunan di kawasan perbatasan.
  13. Menurunkan pengangguran, kemiskinan dan mengurangi masalah-masalah sosial.

PROGRAM STRATEGIS PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI UTARA

Pembangunan Sulawesi Utara ke depan diarahkan pada pengembangan

  1. Revitalisasi Pertanian dan Perkebunan.
  2. Revitalisasi Perikanan
  3. Revitalisasi Pariwisata
  4. Revitalisasi Pendidikan
  5. Perdagangan Internasional (Posisi Strategis Sulawesi Utara)

ARTI LAMBAMG

Hasil gambar untuk SULAWESI UTARA
  • Lambang Provinsi Sulawesi Utara berbentuk segilima sama sisi melambangkan "Pancasila" sebagai dasar dan falsafah hidup Bangsa dan Negara Indonesia.
  • Bentuk warna dan bagian-bagian lambang:
  • Warna dasar biru langit, sisi luar berwarna kuning.
  • Sebelah kanan terdapat buah pala terbuka, berjumlah 8 (delapan) buah, kulitnya berwarna kuning, biji pala berwarna merah, dirangkaikan dengan buah cengkih 17 (tujuh betas) buah yang warnanya merupakan perpaduan Warna hijau kemuning dan warna hijau kecoklat-coklatan.
  • Angka-angka pada cengkeh 17 (tujuh betas) buah, pala 8 (delapan) buah, dan padi 45 (empat puluh lima) butir adalah simbol yang menunjukkan "Hari Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia" yaitu 17-8-1945.
  • Ditengah-tengah lingkaran buah padi, cengkeh dan pala terdapat 23 (dua puluh tiga) untaian biji jagung yang berbentuk bulatan, terdapat 1 (satu) pohon kelapa berdaun 9 (sembilan) mempunyai akar 6 (enam) dan di bawah pohon kelapa terdapat 4 (empat) buah bibit kelapa melambangkan berdirinya Provinsi Sulawesi Utara tanggal 23 September 1964.
  • Pohon kelapa, padi, pala, jagung dan cengkeh menggambarkan keseluruhan kekayaan utama yang menjadi sumber hidup rakyat di daerah ini.
  • Dibagian bawah dari pohon kelapa terdapat pita putih berbaris merah dengan Warna hitam (warna bayangan) bertuliskan "Sulawesi Utara" dengan Warna merah.
  • Warna emas/orange melambangkan kekayaan, keagungan.
  • Warna biru/hijau melambangkan kemakmuran, kesuburan.
  • Warna kuning melambangkan kesejahteraan, kebesaran dan keluhuran.
  • Warna merah melambangkan keberanian, semangat yang menyala-nyala dan kecintaan kepada Negara dan Agama.
  • Warna putih melambangkan kesucian, kedamaian.
  • Warna coklat melambangkan kecintaan kepada Tanah Air.
  • Warna hitam melambangkan kokoh, kuat, teguh dan kekal.
  • Warna ungu melambangkan kebanggaan.

Seni Dan Budaya


Image










      Kebudayaan di Sulawesi Utara. Selain kaya akan sumber daya alam Sulawesi Utara juga kaya akan seni dan budaya yang diwariskan oleh nenek moyang. Berbagai seni dan budaya dari berbagai suku yang ada di Provinsi Sulawesi Utara justru menjadikan daerah nyiur melambai semakin indah dan mempesona. Berbagai pentas seni dan budaya maupun tradisi dari nenek moyang memberikan warna tersendiri bagi provinsi yang terkenal akan kecantikan dan ketampanan nyong dan nona Manado.

Image










        Kabasaran adalah Tarian adat yang kebanyakan dibawakan oleh pria lengkap dengan senjata tajam berupa pedang atau tombak ini, sangat identik dengan gerakan yang meniru perkelahian ayam jantan.Menurut salah satu tokoh kebudayaan dari Minahasa, Jessy Wenas, Tarian Kabasaran adalah tarian adat untuk perang atau tarian untuk mengawal salah satu tokoh adat penting di Minahasa.
          Tarian ini sebenarnya adalah tarian sakral. Tarian ini ditarikan secara turun temurun oleh generasi penari Kabasaran. Jika dalam upacara adat Minahasa, Kabasaran adalah prajurit adat yang memiliki otoritas penuh dalam jalannya sebuah upacara adat, mereka dulunya bisa membunuh atau mengusir si jahat yang mengganggu upacara
Icon

Asal Usul Tari Kabasaran

      Tarian ini merupakan tarian keprajuritan tradisional Minahasa, yang diangkat dari kata; Wasal, yang berarti ayam jantan yang dipotong jenggernya agar sang ayam menjadi lebih garang dalam bertarung.
Icon

Gerakan-Gerakan Dalam Tari Kabasaran

        Bentuk dasar dari tarian ini adalah sembilan jurus pedang (santi) atau sembilan jurus tombak (wengkouw) dengan langkah kuda-kuda 4/4 yang terdiri dari dua langkah ke kiri, dan dua langkah ke kanan. Tiap penari kabasaran memiliki satu senjata tajam yang merupakan warisan dari leluhurnya yang terdahulu, karena penari kabasaran adalah penari yang turun temurun.
Icon

Alat musik yang digunakan

         Tarian ini diiringi oleh suara tambur dan / atau gong kecil. Alat musik pukul seperti Gong, Tambur atau Kolintang disebut “Pa ‘ Wasalen” dan para penarinya disebut Kawasalan, yang berarti menari dengan meniru gerakan dua ayam jantan yang sedang bertarung, hampir mirip dengan tarian Cakalele dari Maluku.

Image










        Tari maengket adalah seni tarian rakyat Minahasa di Kota Manado yang merupakan tarian dan disertai nyanyian dengan diiringi gendang atau tambur. Asal – usul tari Maengket kala dulu Nenek Moyang di Minahasa hanya dimainkan pada waktu panen padi dengan gerakan-gerakan yang hanya sederhana, maka Tari Maengket terdiri dari 3 babak, yaitu : – Maowey Kamberu – Marambak – Lalayaan.
         Maowey Kamberu adalah suatu tarian yang dibawakan pada acara pengucapan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, dimana hasil pertanian terutama tanaman padi yang berlipat ganda/banyak. Marambak adalah tarian dengan semangat kegotong-royongan, rakyat Minahasa Bantu membantu membuat rumah yang baru. Selesai rumah dibangun maka diadakan pesta naik rumah baru atau dalam bahasa daerah disebut “rumambak” atau menguji kekuatan rumah baru dan semua masyarakat kampong diundang dalam pengucapan syukur. Lalayaan adalah tari yang melambangkan bagaimana pemuda-pemudi Minahasa pada zaman dahulu akan mencari jodoh mereka. Tari ini juga disebut tari pergaulan muda-mudi zaman dahulu kala di Minahasa. Saat ini tarian maengket telah berkembang teristimewa membentuk kreasi barunya tanpa meninggalkan keasliannya terutama syair atau sastra lagunya.

KEKAYAAN ALAM SULAWESI UTARA

Provinsi Sulawesi Utara merupakan salah satu daerah yang sangat potensial dilihat dari segi sumber daya alam maupun sumber daya manusia dengan jumlah penduduk sebanyak 2.175.808 jiwa (sesuai data Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Utara tahun 2007). Adapun potensi sumber daya alam dapat dijelaskan sebagai berikut:


Buah Nanas

       Pengusahaan pertanian tanaman pangan meliputi padi, palawija, sayur-sayuran dan buah-buahan. Padi sawah dengan irigasi teknis dan setengah teknis umumnya ditanam 2 kali setahun; tanaman palawija meliputi jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan kacang hijau di tanam di tegalan, di pekarangan atau dibawah pohon kelapa secara monokultur, dikultur atau polikultur.






Perkebunan Kacang Kawangkoan

     Tanaman sayur-sayuran diusaha- kan di dataran tinggi dan yang terluas terdapat di Kabupaten Minahasa seperti Tomohon, Langowan dan Modoinding. Sementara tanaman buah-buahan yang dibudidayakan oleh masyarakat petani antara lain rambutan, pepaya dan mangga umumnya di daerah Dimembe Minahasa, serta salak di daerah Ratahan Minahasa dan Tagulandang Satal.






Perkebunan Hortikultura Modoinding Kab. Minsel

     Hasil utama Sulawesi Utara bersumber dari tanaman perkebunan yang memegang peranan dan melibatkan hajat hidup sebagian besar masyarakat di daerah ini.
     Sekitar 70 % mata pencaharian dan pendapatan masyarakat berasal dari tanaman perkebunan seperti Kelapa, Cengkeh, Pala, Vanili, Coklat dan lainnya. Sekitar 60% dari seluruh luas tanaman perkebunan yang adalah perkebunan kelapa dilakukan baik dalam perkebunan besar maupun perkebunan kecil. Tanaman Pala diusahakan petani terutama di Pulau Siau Kabupaten Sangihe Talaud dan daerah Tonsea Kabupaten Minahasa. Tanaman pala ini merupakan komoditas ketiga terbesar sesudah kelapa dan cengkeh
    Tanaman Pala diusahakan petani terutama di Pulau Siau Kabupaten Sangihe Talaud dan daerah Tonsea Kabupaten Minahasa. Tanaman pala ini merupakan komoditas ketiga terbesar sesudah kelapa dan cengkeh.
      Vanili merupakan salah satu komoditas perkebunan yang belum lama dikembangkan di daerah ini, namun mempunyai perkembangan yang cukup cerah karena merupakan komoditas ekspor dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.
Tanaman perkebunan lainnya seperti kopi, coklat, jambu mente, lada, pala, jahe, kayu manis, dan kapulaga pengembangannya masih kecil dibandingkan dengan tanaman perkebunan lainnya di daerah ini.

Peternakan

      Jenis ternak utama yang dipelihara oleh masyarakat Sulawesi Utara adalah sapi, babi, kambing, ayam, itik, dan kuda, sekaligus merupakan jenis ternak yang paling banyak dijumpai. Tujuan utama pemeliharaan ternak umumnya untuk memperoleh produksi daging dan telur walaupun sementara ini hanya untuk mencukupi kebutuhan lokal.
     Kecuali sapi, selain dibutuhkan dagingnya sebagai protein hewani juga berfungsi sebagai pengganti mesin ataupun manusia dibidang ketenagakerjaan sektor pertanian, transportasi dan pariwisata.
    Ternak kuda selain fungsi utamanya sebagai alat/binatang penarik kendaraan tradisional bendi, pedati dan gerobak, juga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dalam olahraga pacuan kuda yang sangat digemari masyarakat Sulawesi Utara.
     Peternakan babi pada umumnya dipelihara masyarakat Minahasa, sementara ternak Kambing umumnya dipelihara oleh masyarakat di daerah Bolaang Mongondow.
      Ternak unggas berupa itik, dan burung puyuh hampir merata keberadaannya di daerah ini, terutama ayam kampung dan itik, sedangkan produksinya b erupa daging dan telur merupakan konsumsi rumah tangga disamping sebagai pendapatan tambahan. Peternakan ayam secara profesional telah berkembang yang diusahakan oleh perusahaan ataupun perorangan.

Perikanan Sulawesi Utara

      Perikanan laut Sulawesi Utara mempunyai potensi yang cukup tinggi terutama pada beberapa jenis ikan dan hasil laut lainnya yang dapat dikelola secara ekonomis untuk kebutuhan lokal maupun ekspor. Penangkapan ikan di laut telah mengarah pada penggunaan motorisasi walaupun sebagian besar nelayan masih menggunakan cara tradisional.
       Jenis ikan yang terdapat di perairan Sulawesi Utara adalah ikan Tuna, Cakalang, Tongkol, Lolosi, Ekor Kuning, sedangkan ikan yang berkulit keras seperti Udang, Kepiting, Rajangan, dan berkulit lunak terdiri dari Cumi-Cumi, Kepiting, Penyu, dan Teripang Laut.
       Hasil laut lainnya yang perkembangannya mempunyai masa depan yang cerah adalah Rumput Laut, Mutiara Laut dan Biota Laut lainnya yang pengusahaannya telah dibudidayakan secara profesional.
       Unit-unit penangkapan ikan yang ada di Sulawesi Utara selain Kota Bitung juga terdapat pusat-pusat penangkapan lainnya seperti; Dagho di Sangihe, Labuan Uki dan Kotabunan Molibagu di Kabupaten Bolaang Mongondow.
        Pemeliharaan ikan di darat terdapat di kolam, empang, tambak, dan sawah sedangkan penangkapan ikan dilakukan di sungai, kali dan danau. Jenis-jenis ikan tawar yang ada dan terdapat di Sulawesi Utara adalah ikan mas, mujair, nila, payangka, udang dan jenis lainnya.

Hutanan Sulawesi Utara

      Luas Kawasan Hutan di Provinsi Sulawesi Utara saat ini berkisar 1.877.220 Ha. Menurut Tata Guna Hutan, Provinsi Sulawesi Utara terbagi atas fungsi sebagai Hutan Lindung, hutan Suaka Alam/Wisata, Hutan Produksi Tetap, Hutan Produksi Terbatas, Hutan Produksi dan Hutan Bakau.
        Jenis kayu bervariasi dari kayu kelas satu sampai kelas empat. Adapun jenis kayu dimaksud adalah kayu besi, meranti, linggua, cempaka, nantu, gopasa, agatis dan kayu lokal lainnya. Disamping itu juga terdapat hasil hutan ikutan yang mempunyai nilai ekonomi dan nilai tambah seperti rotan, damar, kayu manis, ijuk, daun woka dan lainnya.

Pertambangan Sulawesi Utara

        Berdasarkan hasil survei yang dilaksanakan, menunjukkan bahwa banyak terdapat singkapan-singkapan bahan galian yang berharga dengan deposit yang cukup besar antara lain:
1. Tembaga terdapat di Kab. Bolaang Mongondow, Kab.Minahasa, dan Kab. Sangihe Talaud;
2. Emas dan Perak terdapat di Kab. Sangihe Talaud, Kab. Minahasa, Kab. Minahasa Utara, Kab. Minahasa Selatan dan Kab. Bolaang Mongondow;
3. Nikel dan Titanium terdapat di Kab. Sangihe Talaud;
4. Besi terdapat di Kab. Minahasa;
5. Mangan terdapat di Kab. Minahasa;
6. Bahan Baku Semen terdapat di Kab. Bolaang Mongondow;
7. Pasir Besi/ Hitam terdapat di Kab. Sangihe Talaud, Minahasa dan Gorontalo;
8. Belerang terdapat di Kab. Minahasa dan Kab. Bolaang Mongondow. Bahan galian lain yang juga banyak diolah adalah Kaolin yang terdapat di Toraget Minahasa. Sedangkan bahan galian C seperti pasir, batu, krikil, trass dan lainnya hampir merata keberadaannya di seluruh Sulawesi Utara. Bahan tambang yang saat ini cukup memberikan kontribusi kepada daerah adalah tambang emas yang dikelola oleh perusahaan dan perorangan.

Energi Sulawesi Utara

    Pembangunan sub sektor energi dan kelistrikan diutamakan untuk memenuhi kebutuhan dalam kerangka peningkatan kesejahteraan masyarakat konsumen.
     Disamping juga untuk memenuhi kebutuhan penyediaan listrik industri baik industri rumah tangga maupun industri yang berskala besar.
   Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (geothermal) di Lahendong Kabupaten Minahasa, dengan kapasitas sekitar 300 MW.


Perhubungan Udara

      Bandar Udara yang ada di Sulawesi Utara yaitu; Bandar Udara Sam Ratulangi (Manado), Bandar Udara Naha dan Melanguane (Sangihe Talaud). Bandar Udara Sam Ratulangi merupakan Bandar Udara utama di Sulawesi Utara yang berfungsi sebagai salah satu pelabuhan tujuan utama Indonesia serta pelabuhan transit untuk wilayah Sulawesi Utara dan wilayah-wilayah sekitar Sulawesi Utara seperti; Maluku, Maluku Utara, Irian Jaya dan Kalimantan.
      Bahkan saat ini setelah dikembangkannya fasilitas bandar udara baik runway yang dapat didarati oleh pesat sejenis Air Bus A.300 dan DC-10, serta pembangunan terminal utama yang representatif, maka Bandar Udara Sam Ratulangi telah menjadi salah satu Bandara Internasional di Indonesia.
       Saat ini jalur penerbangan internasional langsung yang dapat melalui Bandar Udara Sam Ratulangi adalah jalur Manado-Singapura, Manado-Davao, dan Manado-Taipeh. Disamping Bandar Udara Sam Ratulangi tersebut, Sulawesi Utara juga memiliki Bandar Udara khusus penerbangan lokal, seperti Pelabuhan Udara Naha dan Melangguane di Kabupaten Sangihe dan Talaud yang melayani penerbangan lokal.

Perhubungan Laut

       Hubungan transportasi laut dilakukan melalui Pelabuhan Lokal, Nusantara dan Pelabuhan Samudra/ Internasional. Pelabuhan Utama yang melayani perhubungan laut di Sulawesi Utara dan wilayah Indonesia Timur bahkan luar negeri adalah Pelabuhan Bitung. Saat ini fasilitas pelabuhan Bitung tengah dikembangkan terutama fasilitas bongkar muat peti kemas.
      Diharapkan pelabuhan Bitung kedepan akan berfungsi sebagai cargo consolidation centre di kawasan Asia Pasifik. Disamping itu saat ini sementara dibangun pelabuhan perikanan Bitung yang nantinya akan menjadi pintu keluar masuk perdagangan ikan di Sulawesi Utara. Pelabuhan Bitung dapat digunakan sepanjang tahun karena merupakan Pelabuhan Alam, dan dapat menampung jenis kapal sampai dengan 60.000 ton. Disamping Pelabuhan Bitung, di Provinsi Sulawesi Utara terdapat pula pelabuhan lainnya (lokal) yaitu; Pelabuhan Manado, Tahuna, Labuan Uki, Ulu Siau, Lirung, Kotabunan dan Belang.

      Di Sulawesi Utara terdapat objek-objek wisata yang cukup menarik dan sekarang ini sedang dikembangkan yaitu; Wisata Bahari antara lain;
1. Taman Laut Bunaken, Pulau Siladen, Mantehage dan hamparan Taman Laut di Sangihe Talaud, dan Bolaang Mongondow;
2. Wisata Alam antara lain; Taman Nasional Dumoga Bone di Bolaang Mongondow, Cagar Alam Tangkoko Batu Angus di Bitung, Danau Tondok, Gunung Ambang di Bolaang Mongondow dan Sumaru Endo di Danau Tondano;
3. Wisata Peninggalan Sejarah Budaya berupa Kuburan Tua/ Waruga di Sawangan, dan Gua Peninggalan Jepang di Kawangkoan;
4. Wisata Religi antara lain; Bukit Kasih dan Bukit Doa Pinaling;
5. Wisata Pantai antara lain; Pantai Tasik Ria, Pantai Kalasei, Pantai Hais, Pantai Kora-Kora dan Pantai Tanjung Merah di Minahasa, Pantai Molas di Manado, Pantai Molosing dan Labuan Uki di Bolaang Mongondow;
6. Wisata Pemandian Air Panas banyak tersebar di Minahasa bagian tengah seperti di Tondano, Remboken, Passo dan Langowan.
7. Wisata Tirta, untuk jenis wisata ini dapat dinikmati pada hampir semua sungai dan danau yang ada di daerah ini, seperti Danau Tondano dan DAS Tondano serta Danau Moat di Minahasa.
Untuk menunjang kinerja sektor pariwisata ini, terutama aktivitas turis yang berkunjung ke daerah ini baik wisatawan domestik maupun mancanegara, maka telah tersedia sarana dan prasarana seperti; Hotel

      Dengan menggunakan fasilitas yang ada seperti Bus, Sepeda Motor, serta berbagai fasilitas elektronik, maka PT. Pos dan Giro telah berhasil menjangkau seluruh Kecamatan di Daerah ini. Adapun jenis layanan yang ada yaitu; surat-menyurat, wesel pos, cek pos wisata, dll.










        Fasilitas telepon otomat kabel sudah menjangkau hampir semua wilayah di daerah ini bahkan dapat digunakan untuk hubungan ke luar negeri. Sementara dibeberapa lokasi yang belum memperoleh fasilitas telepon otomat, umumnya menggunakan SSB yang dimiliki oleh Kantor Pemerintah(Kecamatan), Swasta maupun perorangan. Di daerah ini juga telah dibangun stasiun telepon cellular, sehingga masyarakat dapat menggunakan fasilitas hand phone untuk beberapa jenis layanan seperti Satelindo, Indosat, Telk

SEJARAH SULAWESI UTARA

       Provinsi Sulawesi Utara mempunyai latar belakang sejarah yang cukup panjang sebelum daerah yang berada dipaling ujung utara Nusantara ini menjadi Provinsi Daerah Tingkat I. Sejarah Pemerintahan Daerah Sulawesi Utara, seperti halnya sejarah provinsi-provinsi lainnya di Pulau Sulawesi, beberapa kali mengalami perubahan administrasi pemerintahan. Pada permulaan kemerdekaan Republik Indonesia, Daerah ini berstatus Keresidenan yang merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi. Seiring dengan perkembangan pemerintahan, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 5 tahun 1960 Provinsi Sulawesi dibagi menjadi dua bagian yaitu Provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara dan Provinsi Sulawesi Utara-Tengah. Untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Sulawesi Utara-Tengah, maka berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 122/m tahun 1960 tanggal 23 Maret 1960 ditunjuklah Mr. A.A. Baramuli sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah.
      Sembilan bulan kemudian Provinsi Sulawesi Utara-Tengah dan Provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara ditata kembali statusnya menjadi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan-Tenggara melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 47 /Prp/Tahun 1960. Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Sulutteng meliputi : Kotapraja Manado, Kotapraja Gorontalo, dan delapan Daerah Tingkat II masing-masing : Sangihe Talaud, Bolaang Mongondow, Minahasa, Gorontalo, Buol Toli-Toli, Donggala, Poso, dan Luwuk/Banggai. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 47 Prp Tahun 1960 ini, maka dimulailah penyelenggaraan pemerintahan daerah-daerah otonomi Tingkat I Sulawesi, dimana Wilayah Sulawesi Utara merupakan bagian dari Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah.
        Otonomisasi Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah ini secara de facto baru dimulai sejak terbentuknya DPRD Provinsi Sulawesi Utara-Tengah pada tanggal 26 Desember 1961. Penyelenggaraan mekanisme pemerintahan di daerah pada waktu itu dilaksanakan berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 yang kemudian diikuti pula dengan terbitnya Penpres Nomor 5 Tahun 1960. Kedua Penetapan Presiden itu pada hakikatnya adalah upaya untuk menertibkan penyelenggaraan pemerintahan di daerah berdasarkan stelsel "demokrasi terpimpin" sekaligus merupakan penyempurnaan (retooling) aparatur pemerintah daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957.
         Sementara itu Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1960 mengubah Susunan Keanggotaan DPRD yang semula terdiri dari Wakil-Wakil Parpol sesuai hasil Pemilu, menjadi Dewan yang terdiri atas Wakil Parpol dan Golongan Fungsional dengan menetapkan Kepala Daerah sebagai ketua DPRD yang bukan anggota. Itulah sebabnya dalam Periode Kepemimpinan Mr. A.A. Baramuli sejak tanggal 23 Maret 1960 s.d. 15 Juli 1962 disamping menjadi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara – Tengah, dia juga berkedudukan sebagai Ketua DPRD. Selama menjalankan roda pemerintahan di Daerah Tingkat I Sulawesi Utara–Tengah, Gubernur Mr. A.A. Baramuli dengan dibantu oleh Wakil Gubernur Letkol F.J. Tumbelaka dan Sekretaris Daerah Residen Datu Mangku Nan Kuning, yang kemudian diganti oleh Residen Hein Lalamentik, telah menempuh langkah-langkah untuk mengonsolidasikan dan menata semua Aparatur Pemerintahan yang ada, sekaligus secara bertahap melalui kerjasama dengan seluruh unsur dan aparat keamanan di daerah telah berupaya memulihkan keamanan dan ketertiban disemua tingkatan kehidupan masyarakat sampai akhir masa jabatan tanggal 15 Juni 1962. Sebagai gantinya, tanggal 15 Juni 1962 Presiden menunjuk Letkol F.J. Tumbelaka sebagai Pejabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah, yang kemudian dikukuhkan sebagai Gubernur Definitif berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 tertanggal 27 Juli 1963.
        Di sela-sela berbagai tantangan dan rintangan yang menghadang Pemerintah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah pada waktu itu, tercatat suatu peristiwa besar yang tertulis dengan tinta emas dan tidak akan terlupakan dalam perjalanan sejarah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara sebagai salah satu Daerah Otonom. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 23 September 1964, disaat mana Pemerintah Republik Indonesia memberlakukan Undang-Undang nomor 13 Tahun 1964 yang menetapkan perubahan status Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah. Undang-undang tersebut menjadikan Sulawesi Utara sebagai Daerah Otonom Tingkat I, dengan Manado sebagai Ibukotanya. Momentum diundangkannya undang-undang nomor 13 tahun 1964, kemudian dipatri sebagai hari lahirnya Daerah Tingkat I Sulawesi Utara. Sejak saat itu, secara de facto daerah tingkat I Sulawesi Utara membentang dari utara ke selatan barat daya, dari Pulau Miangas ujung utara di Kabupaten Sangihe Talaud sampai ke Molosipat di bagian barat Kabupaten Gorontalo.
      Sementara itu Letkol F.J. Tumbelaka masih tetap dipercayakan oleh pemerintah pusat untuk terus memimpin Daerah Tingkat I Sulawesi Utara, baik dalam kedudukannya sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara maupun sebagai ketua DPRD Tingkat I Sulawesi Utara, didampingi oleh wakil-wakil ketua M. Ma'ruf dan M.D. Kartawinata. Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Gubernur Letkol F.J. Tumbelaka dibantu pula oleh suatu Lembaga yang disebut Badan Pemerintahan Harian (BPH) dengan para anggota Letkol Rumpokowiryo, Drs. Simanjuntak, Drs. Laute, Hasan Usman dan Pelima, Sekretaris Daerah Abdullah Amu. Upaya-upaya yang telah di rintis oleh Gubernur sebelumnya terus dilanjutkan sampai mengakhiri masa jabatannya pada tanggal 19 Maret 1965.
       Memasuki permulaan tahun 1965, semakin terasa ofensif PKI terhadap tokoh-tokoh politik dan kekuatan–kekuatan sosial politik yang dianggap lawannya. Di tengah-tengah panasnya gejolak politik waktu itu, Panglima Kodam XIII Merdeka Brigadir Jenderal Soenandar Prijosoedarmo, disamping tugasnya sebagai Pansda XIII Merdeka, berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 57 tahun 1965 tanggal 19 Maret 1965 diserahi tugas untuk menjabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara, dengan tugas utama memulihkan dan menjaga keamanan dan ketertiban di semua sektor kehidupan masyarakat, sekaligus mengendalikan jalannya roda Pemerintahan Daerah, sampai tanggal 26 April 1966. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, Brigjen Soenandar Prijosoedarmo dibantu Badan Pemerintah Harian (BPH) yang beranggotakan Letkol Rumpokowiryo, Hasan Usman, Hamid Asagaf dan Husain Musa.
      Pada tanggal 26 April 1966, Brigjen Soenandar Prijosoedarmo diganti oleh Residen Abdulah Amu sebagai Pejabat Gubernur Provinsi Sulawesi Utara berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 dimana salah satu ketentuan dalam undang-undang tersebut mengatur tentang tidak dirangkapnya lagi jabatan Ketua DPRD oleh Kepala Daerah. Dengan demikian terjadilah kekosongan jabatan kepemimpinan DPRD. Untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I Sulawesi Utara melalui Keputusan nomor 19/dprd/1966 tanggal 12 mei 1966 menyerahkan caretaker pimpinan DPRD Tingkat I Sulawesi Utara kepada J. Minggu, T.B. Makaminang, Gandhi Kalulu dan G. Lalamentik.
       Sementara itu untuk membantu Pejabat Gubernur Abdullah Amu dalam menjalankan tugasnya, maka berdasarkan Surat Keputusan Pejabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara. Nomor 274/1966 tanggal 30 Agustus 1966, telah dibentuk Badan Pekerja DPRD Tingkat I Sulawesi Utara yang disebut Steering Committee yang diketuai oleh F.W. Kumontoy, dan Badan Pemerintahan Harian (BPH) dengan para anggota Letkol Rumpokowiryo, Hasan Usman, Hamid Asagaf dan Abubakar Usman, dan Sekretaris Daerah Residen A.M. Jacobus.
      Pada tanggal 10 Desember 1966 dengan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 31/DGR/66 telah ditetapkan Pimpinan DPRD-GR Provinsi Sulawesi Utara dengan Ketua Ahmad Husain dan Wakil Ketua U.P. Dondo B.Sc., F.W. Kumontoy, dan Mayor (AL) J. Mamusung. Tugas yang dilaksanakan mereka adalah memilih Gubernur Sulawesi Utara yang definitif.
      Pada tanggal 2 Maret 1967 di depan Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I Sulawesi Utara, Brigadir Jenderal H.V. Worang diambil sumpahnya dan dilantik menjadi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara oleh Menteri Dalam Negeri Mayjen Gatot Suwagyo atas nama Presiden Republik Indonesia. H. V. Worang memegang jabatan sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara selama 11 tahun 3 bulan, yaitu dari tanggal pelantikannya 2 Maret 1967 sampai dengan 20 Juni 1978
Dalam periode kepemimpinan Gubernur H.V. Worang, Sistem dan Pola Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah masih dilengkapi dengan Badan Pemerintahan Harian yang terdiri dari H.N. Pelealu, F. Punuh, Husain Musa, Hamid Assegaf dan Letkol Suwondo. Sedangkan Sekretaris Wilayah Daerah berturut-turut adalah B. Sumampouw, M. Warikki, W. Nayoan, M. H. W. Dotulong dan Drs. P.P. Kepel. Pada periode 1967–1971 DPRD Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara diketuai Achmad Husain dan periode 1971-1977 diketuai Letkol Alexander Siwi, Bupati J. A. Laimad dan Ketua DPRD hasil Pemilu 1977 adalah J. A. Wuisan.
       Di masa H.V. Worang memangku Jabatan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara untuk yang kedua kalinya, lahirlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah yang mencabut/menggantikan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965. Mayor Jenderal H.V. Worang mengakhiri perjalanan kepemimpinannya sebagai gubernur yang terlama di Sulawesi Utara. Penggantinya adalah Brigjen TNI Willy Lasut, GA, Yang merupakan Gubernur Sulut yang keenam.
       Gubernur Willy Lasut, GA, memulai tugasnya di Sulawesi Utara pada tanggal 20 Juni 1978 setelah beliau diambil sumpahnya dan dilantik di depan Sidang DPRD Tingkat I Sulawesi Utara berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 107/M Tahun 1978 tanggal 1 Juni 1978. Jabatan Sekretaris Wilayah/Daerah Tingkat I Sulawesi Utara dijabat oleh Drs. P.P. Kepel yang kemudian dilanjutkan oleh Drs. J. Rolos sebagai pelaksana tugas sehari-hari. Sedangkan Pimpinan DPRD Tingkat I Sulawesi Utara dijabat oleh J. A. Wuisan sebagai Ketua dengan Wakil Ketua masing-masing J. H. Pusung dan Hasan Usman.
      Pada tanggal 20 Oktober 1979, sejarah Daerah Sulawesi Utara kembali mencatat tongkat estafet kepemimpinan. Jabatan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara diserahterimakan dari Brigadir Jenderal Willy Lasut, GA. kepada penggantinya Erman Hari Rustaman yang pada waktu itu menjabat Direktur Jenderal Sosial Politik Depdagri, berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 176/M Tahun 1979 tanggal 17 Oktober 1979, ditunjuk pula sebagai Pejabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara, dengan satu tugas utama yaitu mempersiapkan pencalonan dan pemilihan Gubernur yang definitif. Dalam periode kepemimpinan Pejabat Gubernur Erman Harirustaman, Jabatan Sekretaris Wilayah/Daerah Tingkat I Sulawesi Utara dipegang oleh J. Rolos, sedangkan kursi puncak kepemimpinan DPRD Tingkat I Sulawesi Utara sebagai Ketua adalah J.A. Wuisan, dan wakil-wakilnya adalah J.H. Pusung dan Hasan Usman.
        Hanya kurang lebih enam bulan sejak diangkat sebagai Pejabat Gubernur, Erman Harirustaman berhasil merampungkan tugasnya dan pada tanggal 3 Maret 1980 jabatan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara diserahterimakan kepada Letnan Jenderal G.H. Mantik sebagai Gubernur kedelapan.
Periode kepemimpinan Gubernur G.H. Mantik yang berlangsung dalam kurun waktu 1980-1985 telah diwarnai dengan berbagai perkembangan, baik itu menyangkut penataan organisasi dan tata kerja maupun pembenahan administrasi. Hal itu ternyata telah menjadi dasar berpijak yang kukuh dalam memacu pembangunan di daerah Sulawesi Utara. Selama masa jabatannya, dua tokoh tampil sebagai Ketua DPRD dalam kurun waktu yang berbeda. Mereka adalah Letkol J.A. Wuisan, Ketua DPRD periode 1977 - 1982 dengan Wakil-wakil ketua J.H. Pusung dan H. Hasan usman. Kemudian dilanjutkan oleh F. Sumampouw, sebagai Ketua DPRD hasil Pemilu 1982, serta Wakil-wakil Ketua yaitu M. Toha dan H. Hasan Usman. Sedangkan Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara dijabat oleh Drs. J. Rolos (Pejabat) dan kemudian dilanjutkan Kolonel I. Tangkudung.
      Pada tanggal 4 Maret 1985, kembali sejarah Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara mencatat penggantian Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara untuk yang kesembilan kalinya. Brigadir Jenderal C.J. Rantung dilantik dalam Sidang Paripurna Khusus DPRD Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara untuk menggantikan Pejabat lama Letjen (Purn) G.H. Mantik yang telah habis masa jabatannya. Pelantikan C.J. Rantung sebagai Gubernur yang kesembilan berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 45/M Tahun 1985 tanggal 18 Februari 1985, untuk masa jabatan 1985-1990. Setelah mengakhiri periode tersebut, maka Pemerintah Pusat dan masyarakat Sulawesi Utara kembali memberikan kepercayaan dan meletakkan harapan di pundak Mayor Jenderal (Purn) C.J. Rantung untuk memimpin kembali Daerah Sulawesi Utara, berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34/M Tahun 1990 tanggal 10 Februari 1990, yang pelantikannya dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri Rudini atas nama Presiden Republik Indonesia untuk masa bakti kedua Tahun 1990 – 1995. Selama periode kepemimpinan Gubernur C.J. Rantung dari Tahun 1985-1995, dia dibantu oleh Wakil Gubernur Drs. A. Mokoginta, kemudian dilanjutkan oleh Drs. A. Nadjamudin. Sementara itu, Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara semasa kepemimpinan 10 tahun Gubernur C. J. Rantung, tercatat masing-masing Kolonel (Purn) I. Tangkudung, Kol. A.T. Dotulong, dan M. Arsjad Daud, S.H. Sedangkan Pimpinan DPRD Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara, Ketua F. Sumampouw dengan Wakil-wakil Ketua M. Toha dan H. Hasan Usman, yang dilanjutkan oleh Pimpinan DPRD Hasil Pemilu 1997 yaitu Ketua F. Sumampouw dan Wakil-wakil Ketua Achmad H.S. Pakaya, F.P.D. Lengkey dan R. Tanos. Tahun 1995 kepemimpinan daerah dipercayakan kepada Mayjen TNI E.E. Mangindaan, dimana pada tanggal 1 Maret 1995 terpilih dan ditetapkan.
      Dimasa kepemimpinan Gubernur E.E. Mangindaan, Ia didampingi oleh Wakil Gubernur Drs. A. Nadjamuddin, kemudian dilanjutkan oleh 2 (dua) orang Wakil Gubernur yaitu Brigjen J. B. Wenas dan Prof. Dr. H.A. Nusi dan Sekretaris Wilayah Daerah dijabat oleh M. Arsjad Daud, S.H. kemudian diganti oleh Drs. J. F. Mailangkay. Pimpinan DPRD Tingkat I Sulawesi Utara pada saat itu diketuai oleh Drs. J.D.P. Takaendengan serta Wakil-wakil ketua masing-masing Rolly Tanos, W. Walintukan, Dr. H.T. Usup dan Drs. Wempie Frederik. Kemudian tahun 1997-1999 Pimpinan DPRD adalah Brigjen (Purn) R. Tanos sebagai Ketua dengan Wakil-wakil Ketua Drs A. Nadjamuddin, Kol. W. Walintukan, Dra. Ny. J. Paruntu-T serta Drs. Syachrial Damopolii menggantikan Drs. A. Nadjamuddin (Alm). Setelah Pemilu 1999, Pimpinan DPRD dilanjutkan oleh Drs. A.J. Sondakh sebagai Ketua serta Wakil Ketua masing-masing Kol. S.Y. Pantouw, Drs. Sun Biki, dan F.H. Sualang.
       Seiring dengan bergulirnya reformasi pemerintahan, maka berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dilakukan penggantian kepemimpinan daerah setelah berakhirnya kepemimpinan Mayjen E.E. Mangindaan melalui mekanisme pemilihan gubernur dan wakil dalam satu paket dan berlangsung secara demokratis, maka terpilihlah Drs. Adolf Jouke Sondakh sebagai Gubernur Sulawesi Utara yang kesebelas dan Freddy Harry Sualang selaku Wakil Gubernur Sulawesi Utara periode 2000 – 2005 berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 62/m Tahun 2000 tanggal 9 Maret 2000 dan pelantikannya dilakukan pada tanggal 15 Maret 2000 oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden. Dengan dibantu oleh Sekretaris Daerah Provinsi Drs. J.F. Mailangkay, yang kemudian dilanjutkan oleh Dr. Johanis Kaloh.
      Implementasi Tahun Kasih ini dijabarkan dalam 4 (empat) "Sayang" yaitu Sayang Kepada Tuhan, Sayang Kepada Sesama Manusia, Sayang Kepada Diri Sendiri, dan Sayang Terhadap Lingkungan. Dalam era kepemimpinan Gubernur Drs. Adolf Jouke Sondakh dan Wakil Gubernur Freddy H. Sualang ini terus dibangun hubungan kemitraan dengan DPRD Provinsi Sulawesi Utara dibawah kepemimpinan Drs. Syachrial Damopolii sebagai Ketua, serta para Wakil Ketua masing-masing Ir. Roy Maningkas, S.Y. Pantouw, Drs. Sun Biki, yang kemudian J. Victor Mailangkay, SH. serta Drs. J. Parengkuan menggantikan Ir. Roy Maningkas. Dalam perjalanan panjang sampai dengan Tahun 2000, Wilayah Administrasi Provinsi Sulawesi Utara terdiri dari 5 Kabupaten dan 3 Kotamadaya yaitu : Kabupaten Minahasa, Bolaang Mongondow, Gorontalo, Sangihe dan Talaud, Boalemo serta Kotamadya Manado, Bitung dan Gorontalo.
     Selanjutnya seiring dengan nuansa reformasi dan otonomi daerah, maka telah dilakukan pemekaran wilayah dengan terbentuknya Provinsi Gorontalo sebagai hasil pemekaran dari Provinsi Sulawesi Utara melalui Undang-undang Nomor 38 Tahun 2000. Dengan demikian, wilayah Provinsi Sulawesi Utara setelah pemekaran provinsi meliputi : Kabupaten Sangihe dan Talaud, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Bolaang Mongondow, Kota Manado dan Kota Bitung. Hingga saat ini telah terjadi pemekaran kabupaten dengan ketambahan kabupaten baru yaitu Kabupaten Talaud berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2002 serta Kabupaten Minahasa Selatan dan Kota Tomohon berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2003, dan Kabupaten Minahasa Utara berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2003.
       Dengan berakhirnya kepemimpinan Drs. A.J. Sondakh dan F.H. Sualang 2000 – 2005, maka perlu dilaksanakan pemilihan kepala daerah; gubernur dan wakil gubernur di daerah ini. untuk itu, guna menindaklanjuti masa transisi menuju kepemimpinan kepala daerah yang definitif, maka Ir. Lucky Harry Korah, M.Si. dilantik oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 17 Maret 2005 di Jakarta sebagai Penjabat Gubernur Sulawesi Utara dengan tugas memfasilitasi dan mengawasi jalannya pemilihan gubernur dan wakil gubernur secara langsung.
      Pada tanggal 21 Juli 2005 untuk pertama kali di Indonesia dilakukan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Utara secara langsung oleh rakyat, dimana berhasil terpilih pasangan S.H. Sarundajang sebagai Gubernur Sulawesi Utara dan F.H. Sualang sebagai Wakil Gubernur Sulawesi Utara untuk masa bhakti 2005 – 2010. Sedangkan Ketua DPRD dijabat oleh Drs. Syarial Damapolii yang dibantu oleh wakil ketua masing-masing Djendri Keintjem, R. Pandegirot, dan Arthur Kotambunan. Untuk Sekretaris daerah selama periode pertama dipegang oleh Dr. Johanis Kaloh kemudian dilanjutkan oleh Drs. R.J. Mamuaja pada tahun 2006, sampai saat ini. Namun dalam masa tugas Drs. R.J. Mamuaja juga ditunjuk Plt. Sekretaris daerah yaitu berturut turut Hr. Makagansa dan Siswa Rahmat Mokodongan.
     Dalam masa kepemimpinan S.H. Sarundajang dan F.H. Sualang, wilayah administrasi pemerintahan Sulawesi Utara mengalami ketambahan 4 (empat) kabupaten/kota baru pada tahun 2007 yakni Kota Kotamobagu berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2007, Kab. Minahasa Tenggara berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2007, Kab. Bolmong Utara berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2007 dan Kab. Siau Tagulandang Biaro berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2007. Pada tahun 2008 ketambahan lagi 2 (dua) kabupaten baru yakni Kabupaten Bolaang Mongondow Timur berdasarkan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2008 dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2008 sehingga jumlah daerah otonom di Provinsi Sulawesi Utara menjadi 11 (sebelas) kabupaten dan 4 (empat) kota.
      Melalui pemilihan langsung Gubernur dan wakil Gubernur Untuk kedua kalinya Sarundajang terpilih sebagai Gubernur Sulawesi Utara masa bakti 2010-2015 didampingi Wakil Gubernur Drs. Djouhari Kansil, M.Pd. Sedangkan Ketua DPRD dijabat oleh Pdt. Mieva Salindeho, S.Th., dibantu wakil ketua masing-masing Jody Watung, Sus Pangemanan dan Arthur Kotambunan. Untuk Sekretaris Daerah tetap dipegang oleh pelaksana tugas Ir. Siswa Rahmat Mokodongan, kemudian dikembalikan lagi kepada Drs. R.J. Mamuaja sampai pada tanggal 7 Maret 2011 yang dilanjutkan oleh Ir. Siswa Rahmat Mokodongan.
       Provinsi Sulawesi Utara mempunyai latar belakang sejarah yang cukup panjang sebelum daerah yang berada dipaling ujung utara Nusantara ini menjadi Provinsi Daerah Tingkat I. Sejarah Pemerintahan Daerah Sulawesi Utara, seperti halnya sejarah provinsi-provinsi lainnya di Pulau Sulawesi, beberapa kali mengalami perubahan administrasi pemerintahan. Pada permulaan kemerdekaan Republik Indonesia, Daerah ini berstatus Keresidenan yang merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi. Seiring dengan perkembangan pemerintahan, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 5 tahun 1960 Provinsi Sulawesi dibagi menjadi dua bagian yaitu Provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara dan Provinsi Sulawesi Utara-Tengah. Untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Sulawesi Utara-Tengah, maka berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 122/m tahun 1960 tanggal 23 Maret 1960 ditunjuklah Mr. A.A. Baramuli sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah.
       Sembilan bulan kemudian Provinsi Sulawesi Utara-Tengah dan Provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara ditata kembali statusnya menjadi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan-Tenggara melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 47 /Prp/Tahun 1960. Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Sulutteng meliputi : Kotapraja Manado, Kotapraja Gorontalo, dan delapan Daerah Tingkat II masing-masing : Sangihe Talaud, Bolaang Mongondow, Minahasa, Gorontalo, Buol Toli-Toli, Donggala, Poso, dan Luwuk/Banggai. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 47 Prp Tahun 1960 ini, maka dimulailah penyelenggaraan pemerintahan daerah-daerah otonomi Tingkat I Sulawesi, dimana Wilayah Sulawesi Utara merupakan bagian dari Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah.
       Otonomisasi Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah ini secara de facto baru dimulai sejak terbentuknya DPRD Provinsi Sulawesi Utara-Tengah pada tanggal 26 Desember 1961. Penyelenggaraan mekanisme pemerintahan di daerah pada waktu itu dilaksanakan berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 yang kemudian diikuti pula dengan terbitnya Penpres Nomor 5 Tahun 1960. Kedua Penetapan Presiden itu pada hakikatnya adalah upaya untuk menertibkan penyelenggaraan pemerintahan di daerah berdasarkan stelsel "demokrasi terpimpin" sekaligus merupakan penyempurnaan (retooling) aparatur pemerintah daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957.
        Sementara itu Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1960 mengubah Susunan Keanggotaan DPRD yang semula terdiri dari Wakil-Wakil Parpol sesuai hasil Pemilu, menjadi Dewan yang terdiri atas Wakil Parpol dan Golongan Fungsional dengan menetapkan Kepala Daerah sebagai ketua DPRD yang bukan anggota. Itulah sebabnya dalam Periode Kepemimpinan Mr. A.A. Baramuli sejak tanggal 23 Maret 1960 s.d. 15 Juli 1962 disamping menjadi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara – Tengah, dia juga berkedudukan sebagai Ketua DPRD. Selama menjalankan roda pemerintahan di Daerah Tingkat I Sulawesi Utara–Tengah, Gubernur Mr. A.A. Baramuli dengan dibantu oleh Wakil Gubernur Letkol F.J. Tumbelaka dan Sekretaris Daerah Residen Datu Mangku Nan Kuning, yang kemudian diganti oleh Residen Hein Lalamentik, telah menempuh langkah-langkah untuk mengonsolidasikan dan menata semua Aparatur Pemerintahan yang ada, sekaligus secara bertahap melalui kerjasama dengan seluruh unsur dan aparat keamanan di daerah telah berupaya memulihkan keamanan dan ketertiban disemua tingkatan kehidupan masyarakat sampai akhir masa jabatan tanggal 15 Juni 1962. Sebagai gantinya, tanggal 15 Juni 1962 Presiden menunjuk Letkol F.J. Tumbelaka sebagai Pejabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah, yang kemudian dikukuhkan sebagai Gubernur Definitif berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 tertanggal 27 Juli 1963.
        Di sela-sela berbagai tantangan dan rintangan yang menghadang Pemerintah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah pada waktu itu, tercatat suatu peristiwa besar yang tertulis dengan tinta emas dan tidak akan terlupakan dalam perjalanan sejarah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara sebagai salah satu Daerah Otonom. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 23 September 1964, disaat mana Pemerintah Republik Indonesia memberlakukan Undang-Undang nomor 13 Tahun 1964 yang menetapkan perubahan status Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah. Undang-undang tersebut menjadikan Sulawesi Utara sebagai Daerah Otonom Tingkat I, dengan Manado sebagai Ibukotanya. Momentum diundangkannya undang-undang nomor 13 tahun 1964, kemudian dipatri sebagai hari lahirnya Daerah Tingkat I Sulawesi Utara. Sejak saat itu, secara de facto daerah tingkat I Sulawesi Utara membentang dari utara ke selatan barat daya, dari Pulau Miangas ujung utara di Kabupaten Sangihe Talaud sampai ke Molosipat di bagian barat Kabupaten Gorontalo.
       Sementara itu Letkol F.J. Tumbelaka masih tetap dipercayakan oleh pemerintah pusat untuk terus memimpin Daerah Tingkat I Sulawesi Utara, baik dalam kedudukannya sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara maupun sebagai ketua DPRD Tingkat I Sulawesi Utara, didampingi oleh wakil-wakil ketua M. Ma'ruf dan M.D. Kartawinata. Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Gubernur Letkol F.J. Tumbelaka dibantu pula oleh suatu Lembaga yang disebut Badan Pemerintahan Harian (BPH) dengan para anggota Letkol Rumpokowiryo, Drs. Simanjuntak, Drs. Laute, Hasan Usman dan Pelima, Sekretaris Daerah Abdullah Amu. Upaya-upaya yang telah di rintis oleh Gubernur sebelumnya terus dilanjutkan sampai mengakhiri masa jabatannya pada tanggal 19 Maret 1965.
     Memasuki permulaan tahun 1965, semakin terasa ofensif PKI terhadap tokoh-tokoh politik dan kekuatan–kekuatan sosial politik yang dianggap lawannya. Di tengah-tengah panasnya gejolak politik waktu itu, Panglima Kodam XIII Merdeka Brigadir Jenderal Soenandar Prijosoedarmo, disamping tugasnya sebagai Pansda XIII Merdeka, berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 57 tahun 1965 tanggal 19 Maret 1965 diserahi tugas untuk menjabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara, dengan tugas utama memulihkan dan menjaga keamanan dan ketertiban di semua sektor kehidupan masyarakat, sekaligus mengendalikan jalannya roda Pemerintahan Daerah, sampai tanggal 26 April 1966. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, Brigjen Soenandar Prijosoedarmo dibantu Badan Pemerintah Harian (BPH) yang beranggotakan Letkol Rumpokowiryo, Hasan Usman, Hamid Asagaf dan Husain Musa.
      Pada tanggal 26 April 1966, Brigjen Soenandar Prijosoedarmo diganti oleh Residen Abdulah Amu sebagai Pejabat Gubernur Provinsi Sulawesi Utara berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 dimana salah satu ketentuan dalam undang-undang tersebut mengatur tentang tidak dirangkapnya lagi jabatan Ketua DPRD oleh Kepala Daerah. Dengan demikian terjadilah kekosongan jabatan kepemimpinan DPRD. Untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I Sulawesi Utara melalui Keputusan nomor 19/dprd/1966 tanggal 12 mei 1966 menyerahkan caretaker pimpinan DPRD Tingkat I Sulawesi Utara kepada J. Minggu, T.B. Makaminang, Gandhi Kalulu dan G. Lalamentik.
      Sementara itu untuk membantu Pejabat Gubernur Abdullah Amu dalam menjalankan tugasnya, maka berdasarkan Surat Keputusan Pejabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara. Nomor 274/1966 tanggal 30 Agustus 1966, telah dibentuk Badan Pekerja DPRD Tingkat I Sulawesi Utara yang disebut Steering Committee yang diketuai oleh F.W. Kumontoy, dan Badan Pemerintahan Harian (BPH) dengan para anggota Letkol Rumpokowiryo, Hasan Usman, Hamid Asagaf dan Abubakar Usman, dan Sekretaris Daerah Residen A.M. Jacobus.
       Pada tanggal 10 Desember 1966 dengan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 31/DGR/66 telah ditetapkan Pimpinan DPRD-GR Provinsi Sulawesi Utara dengan Ketua Ahmad Husain dan Wakil Ketua U.P. Dondo B.Sc., F.W. Kumontoy, dan Mayor (AL) J. Mamusung. Tugas yang dilaksanakan mereka adalah memilih Gubernur Sulawesi Utara yang definitif.
      Pada tanggal 2 Maret 1967 di depan Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I Sulawesi Utara, Brigadir Jenderal H.V. Worang diambil sumpahnya dan dilantik menjadi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara oleh Menteri Dalam Negeri Mayjen Gatot Suwagyo atas nama Presiden Republik Indonesia. H. V. Worang memegang jabatan sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara selama 11 tahun 3 bulan, yaitu dari tanggal pelantikannya 2 Maret 1967 sampai dengan 20 Juni 1978.
Dalam periode kepemimpinan Gubernur H.V. Worang, Sistem dan Pola Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah masih dilengkapi dengan Badan Pemerintahan Harian yang terdiri dari H.N. Pelealu, F. Punuh, Husain Musa, Hamid Assegaf dan Letkol Suwondo. Sedangkan Sekretaris Wilayah Daerah berturut-turut adalah B. Sumampouw, M. Warikki, W. Nayoan, M. H. W. Dotulong dan Drs. P.P. Kepel. Pada periode 1967–1971 DPRD Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara diketuai Achmad Husain dan periode 1971-1977 diketuai Letkol Alexander Siwi, Bupati J. A. Laimad dan Ketua DPRD hasil Pemilu 1977 adalah J. A. Wuisan.
       Di masa H.V. Worang memangku Jabatan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara untuk yang kedua kalinya, lahirlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah yang mencabut/menggantikan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965. Mayor Jenderal H.V. Worang mengakhiri perjalanan kepemimpinannya sebagai gubernur yang terlama di Sulawesi Utara. Penggantinya adalah Brigjen TNI Willy Lasut, GA, Yang merupakan Gubernur Sulut yang keenam.
       Gubernur Willy Lasut, GA, memulai tugasnya di Sulawesi Utara pada tanggal 20 Juni 1978 setelah beliau diambil sumpahnya dan dilantik di depan Sidang DPRD Tingkat I Sulawesi Utara berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 107/M Tahun 1978 tanggal 1 Juni 1978. Jabatan Sekretaris Wilayah/Daerah Tingkat I Sulawesi Utara dijabat oleh Drs. P.P. Kepel yang kemudian dilanjutkan oleh Drs. J. Rolos sebagai pelaksana tugas sehari-hari. Sedangkan Pimpinan DPRD Tingkat I Sulawesi Utara dijabat oleh J. A. Wuisan sebagai Ketua dengan Wakil Ketua masing-masing J. H. Pusung dan Hasan Usman.
       Pada tanggal 20 Oktober 1979, sejarah Daerah Sulawesi Utara kembali mencatat tongkat estafet kepemimpinan. Jabatan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara diserahterimakan dari Brigadir Jenderal Willy Lasut, GA. kepada penggantinya Erman Hari Rustaman yang pada waktu itu menjabat Direktur Jenderal Sosial Politik Depdagri, berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 176/M Tahun 1979 tanggal 17 Oktober 1979, ditunjuk pula sebagai Pejabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara, dengan satu tugas utama yaitu mempersiapkan pencalonan dan pemilihan Gubernur yang definitif. Dalam periode kepemimpinan Pejabat Gubernur Erman Harirustaman, Jabatan Sekretaris Wilayah/Daerah Tingkat I Sulawesi Utara dipegang oleh J. Rolos, sedangkan kursi puncak kepemimpinan DPRD Tingkat I Sulawesi Utara sebagai Ketua adalah J.A. Wuisan, dan wakil-wakilnya adalah J.H. Pusung dan Hasan Usman.
        Hanya kurang lebih enam bulan sejak diangkat sebagai Pejabat Gubernur, Erman Harirustaman berhasil merampungkan tugasnya dan pada tanggal 3 Maret 1980 jabatan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara diserahterimakan kepada Letnan Jenderal G.H. Mantik sebagai Gubernur kedelapan.
Periode kepemimpinan Gubernur G.H. Mantik yang berlangsung dalam kurun waktu 1980-1985 telah diwarnai dengan berbagai perkembangan, baik itu menyangkut penataan organisasi dan tata kerja maupun pembenahan administrasi. Hal itu ternyata telah menjadi dasar berpijak yang kukuh dalam memacu pembangunan di daerah Sulawesi Utara. Selama masa jabatannya, dua tokoh tampil sebagai Ketua DPRD dalam kurun waktu yang berbeda. Mereka adalah Letkol J.A. Wuisan, Ketua DPRD periode 1977 - 1982 dengan Wakil-wakil ketua J.H. Pusung dan H. Hasan usman. Kemudian dilanjutkan oleh F. Sumampouw, sebagai Ketua DPRD hasil Pemilu 1982, serta Wakil-wakil Ketua yaitu M. Toha dan H. Hasan Usman. Sedangkan Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara dijabat oleh Drs. J. Rolos (Pejabat) dan kemudian dilanjutkan Kolonel I. Tangkudung.
     Pada tanggal 4 Maret 1985, kembali sejarah Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara mencatat penggantian Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara untuk yang kesembilan kalinya. Brigadir Jenderal C.J. Rantung dilantik dalam Sidang Paripurna Khusus DPRD Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara untuk menggantikan Pejabat lama Letjen (Purn) G.H. Mantik yang telah habis masa jabatannya. Pelantikan C.J. Rantung sebagai Gubernur yang kesembilan berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 45/M Tahun 1985 tanggal 18 Februari 1985, untuk masa jabatan 1985-1990. Setelah mengakhiri periode tersebut, maka Pemerintah Pusat dan masyarakat Sulawesi Utara kembali memberikan kepercayaan dan meletakkan harapan di pundak Mayor Jenderal (Purn) C.J. Rantung untuk memimpin kembali Daerah Sulawesi Utara, berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34/M Tahun 1990 tanggal 10 Februari 1990, yang pelantikannya dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri Rudini atas nama Presiden Republik Indonesia untuk masa bakti kedua Tahun 1990 – 1995. Selama periode kepemimpinan Gubernur C.J. Rantung dari Tahun 1985-1995, dia dibantu oleh Wakil Gubernur Drs. A. Mokoginta, kemudian dilanjutkan oleh Drs. A. Nadjamudin. Sementara itu, Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara semasa kepemimpinan 10 tahun Gubernur C. J. Rantung, tercatat masing-masing Kolonel (Purn) I. Tangkudung, Kol. A.T. Dotulong, dan M. Arsjad Daud, S.H. Sedangkan Pimpinan DPRD Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara, Ketua F. Sumampouw dengan Wakil-wakil Ketua M. Toha dan H. Hasan Usman, yang dilanjutkan oleh Pimpinan DPRD Hasil Pemilu 1997 yaitu Ketua F. Sumampouw dan Wakil-wakil Ketua Achmad H.S. Pakaya, F.P.D. Lengkey dan R. Tanos. Tahun 1995 kepemimpinan daerah dipercayakan kepada Mayjen TNI E.E. Mangindaan, dimana pada tanggal 1 Maret 1995 terpilih dan ditetapkan.
       Dimasa kepemimpinan Gubernur E.E. Mangindaan, Ia didampingi oleh Wakil Gubernur Drs. A. Nadjamuddin, kemudian dilanjutkan oleh 2 (dua) orang Wakil Gubernur yaitu Brigjen J. B. Wenas dan Prof. Dr. H.A. Nusi dan Sekretaris Wilayah Daerah dijabat oleh M. Arsjad Daud, S.H. kemudian diganti oleh Drs. J. F. Mailangkay. Pimpinan DPRD Tingkat I Sulawesi Utara pada saat itu diketuai oleh Drs. J.D.P. Takaendengan serta Wakil-wakil ketua masing-masing Rolly Tanos, W. Walintukan, Dr. H.T. Usup dan Drs. Wempie Frederik. Kemudian tahun 1997-1999 Pimpinan DPRD adalah Brigjen (Purn) R. Tanos sebagai Ketua dengan Wakil-wakil Ketua Drs A. Nadjamuddin, Kol. W. Walintukan, Dra. Ny. J. Paruntu-T serta Drs. Syachrial Damopolii menggantikan Drs. A. Nadjamuddin (Alm). Setelah Pemilu 1999, Pimpinan DPRD dilanjutkan oleh Drs. A.J. Sondakh sebagai Ketua serta Wakil Ketua masing-masing Kol. S.Y. Pantouw, Drs. Sun Biki, dan F.H. Sualang.
       Seiring dengan bergulirnya reformasi pemerintahan, maka berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dilakukan penggantian kepemimpinan daerah setelah berakhirnya kepemimpinan Mayjen E.E. Mangindaan melalui mekanisme pemilihan gubernur dan wakil dalam satu paket dan berlangsung secara demokratis, maka terpilihlah Drs. Adolf Jouke Sondakh sebagai Gubernur Sulawesi Utara yang kesebelas dan Freddy Harry Sualang selaku Wakil Gubernur Sulawesi Utara periode 2000 – 2005 berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 62/m Tahun 2000 tanggal 9 Maret 2000 dan pelantikannya dilakukan pada tanggal 15 Maret 2000 oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden. Dengan dibantu oleh Sekretaris Daerah Provinsi Drs. J.F. Mailangkay, yang kemudian dilanjutkan oleh Dr. Johanis Kaloh.
Implementasi Tahun Kasih ini dijabarkan dalam 4 (empat) "Sayang" yaitu Sayang Kepada Tuhan, Sayang Kepada Sesama Manusia, Sayang Kepada Diri Sendiri, dan Sayang Terhadap Lingkungan. Dalam era kepemimpinan Gubernur Drs. Adolf Jouke Sondakh dan Wakil Gubernur Freddy H. Sualang ini terus dibangun hubungan kemitraan dengan DPRD Provinsi Sulawesi Utara dibawah kepemimpinan Drs. Syachrial Damopolii sebagai Ketua, serta para Wakil Ketua masing-masing Ir. Roy Maningkas, S.Y. Pantouw, Drs. Sun Biki, yang kemudian J. Victor Mailangkay, SH. serta Drs. J. Parengkuan menggantikan Ir. Roy Maningkas. Dalam perjalanan panjang sampai dengan Tahun 2000, Wilayah Administrasi Provinsi Sulawesi Utara terdiri dari 5 Kabupaten dan 3 Kotamadaya yaitu : Kabupaten Minahasa, Bolaang Mongondow, Gorontalo, Sangihe dan Talaud, Boalemo serta Kotamadya Manado, Bitung dan Gorontalo.
       Selanjutnya seiring dengan nuansa reformasi dan otonomi daerah, maka telah dilakukan pemekaran wilayah dengan terbentuknya Provinsi Gorontalo sebagai hasil pemekaran dari Provinsi Sulawesi Utara melalui Undang-undang Nomor 38 Tahun 2000. Dengan demikian, wilayah Provinsi Sulawesi Utara setelah pemekaran provinsi meliputi : Kabupaten Sangihe dan Talaud, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Bolaang Mongondow, Kota Manado dan Kota Bitung. Hingga saat ini telah terjadi pemekaran kabupaten dengan ketambahan kabupaten baru yaitu Kabupaten Talaud berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2002 serta Kabupaten Minahasa Selatan dan Kota Tomohon berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2003, dan Kabupaten Minahasa Utara berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2003.
      Dengan berakhirnya kepemimpinan Drs. A.J. Sondakh dan F.H. Sualang 2000 – 2005, maka perlu dilaksanakan pemilihan kepala daerah; gubernur dan wakil gubernur di daerah ini. untuk itu, guna menindaklanjuti masa transisi menuju kepemimpinan kepala daerah yang definitif, maka Ir. Lucky Harry Korah, M.Si. dilantik oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 17 Maret 2005 di Jakarta sebagai Penjabat Gubernur Sulawesi Utara dengan tugas memfasilitasi dan mengawasi jalannya pemilihan gubernur dan wakil gubernur secara langsung.
      Pada tanggal 21 Juli 2005 untuk pertama kali di Indonesia dilakukan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Utara secara langsung oleh rakyat, dimana berhasil terpilih pasangan S.H. Sarundajang sebagai Gubernur Sulawesi Utara dan F.H. Sualang sebagai Wakil Gubernur Sulawesi Utara untuk masa bhakti 2005 – 2010. Sedangkan Ketua DPRD dijabat oleh Drs. Syarial Damapolii yang dibantu oleh wakil ketua masing-masing Djendri Keintjem, R. Pandegirot, dan Arthur Kotambunan. Untuk Sekretaris daerah selama periode pertama dipegang oleh Dr. Johanis Kaloh kemudian dilanjutkan oleh Drs. R.J. Mamuaja pada tahun 2006, sampai saat ini. Namun dalam masa tugas Drs. R.J. Mamuaja juga ditunjuk Plt. Sekretaris daerah yaitu berturut turut Hr. Makagansa dan Siswa Rahmat Mokodongan.
       Dalam masa kepemimpinan S.H. Sarundajang dan F.H. Sualang, wilayah administrasi pemerintahan Sulawesi Utara mengalami ketambahan 4 (empat) kabupaten/kota baru pada tahun 2007 yakni Kota Kotamobagu berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2007, Kab. Minahasa Tenggara berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2007, Kab. Bolmong Utara berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2007 dan Kab. Siau Tagulandang Biaro berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2007. Pada tahun 2008 ketambahan lagi 2 (dua) kabupaten baru yakni Kabupaten Bolaang Mongondow Timur berdasarkan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2008 dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2008 sehingga jumlah daerah otonom di Provinsi Sulawesi Utara menjadi 11 (sebelas) kabupaten dan 4 (empat) kota.
      Melalui pemilihan langsung Gubernur dan wakil Gubernur Untuk kedua kalinya Sarundajang terpilih sebagai Gubernur Sulawesi Utara masa bakti 2010-2015 didampingi Wakil Gubernur Drs. Djouhari Kansil, M.Pd. Sedangkan Ketua DPRD dijabat oleh Pdt. Mieva Salindeho, S.Th., dibantu wakil ketua masing-masing Jody Watung, Sus Pangemanan dan Arthur Kotambunan. Untuk Sekretaris Daerah tetap dipegang oleh pelaksana tugas Ir. Siswa Rahmat Mokodongan, kemudian dikembalikan lagi kepada Drs. R.J. Mamuaja sampai pada tanggal 7 Maret 2011 yang dilanjutkan oleh Ir. Siswa Rahmat Mokodongan.